Ringkasan Kajian Rutin: Riyadhush Shalihin #8

December 16, 2021
Al-Ustadz Ahmad Halim Hafizhahullahu Ta'ala 
17 November 2021
Masjid Nur Annisa, Semarang

Bismillah..
Hadits ke-8
Dari Shahabat Abu Musa, Abdullah Ibn Qais Al-Asyari Radhiyallahu 'anhu, telah ditanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang seorang yang dia berperang dalam rangka sebagai seorang pemberani dan juga tentang seorang laki-laki berperang karena suatu kesukaannya (melindungi sesuatu yang dia cintai/sukai) dan juga bertanya tentang seorang laki-laki berperang karena riya' ingin dilihat. Mana yang dari jenis-jenis tersebut yang berada di jalan Allah? Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "orang yang berperang dalam rangka untuk menjadikan kalimat Allah itu tinggi maka dialah yang berada di jalan Allahu Ta'ala. Muttafaqqun 'alaih. Hadits disepakati Imam Bukhari dan Imam Muslim.

Yang dimaksud dengan berperang dalam rangka meninggikan kalimat Allah adalah berperang dengan niat ikhlas untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan oleh sebab inilah Imam An-Nawawi Rahimahullah menyebutkan hadits dalam bab tentang niat. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya, yaitu tentang orang yang berperang atas salah satu dari tiga sisi atau keadaan berperang. Pertama karena pemberani, karena melindungi kesukaannya, ketiga karena riya' ingin dilihat orang lain.

1. Adapun orang yang berperang karena ia seorang yang pemberani, bahwa dia adalah seorang pemberani yang menyukai peperangan karena seorang yang pemberani dikaruniai dengan sifat keberanian. Maka jelas ia berperang karena keberaniannya. Maka ia menginginkan berperang dan Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan sifat keberanian kepadanya.
2. Ia berperang dalam rangka membela kaumnya, membela qabilahnya, membela negaranya, dan ia berperang dengan jenis-jenis mempertahankan sesuatu yang ia cintai. Berperang untuk dilihat kedudukannya.
3. Riya' untuk dilihat manusia bahwasanya dialah pemberani.

Maka kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan keterangan secara adil dalam masalah ini. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan dengan sesuatu yang lebih umum, karena terkadang seseorang berperang karena untuk menjadikan tinggi atas negaranya atau negrinya atau dia berperang karena sebab untuk mendapatkan seorang wanita yang ia bisa menarik hatinya dari kaum yang ada. Dan yang penting adalah niatnya. Umpamanya seorang berperang untuk membela negaranya maka hendaklah digeser sedikit niatnya menjadi berperang untuk membela kaum-kaum Muslim.

Suatu kaum itu mereka berperang untuk kaumnya
Seperti contohnya, kaum yang berasal dari bangsa Arab, mereka berperang untuk bangsa Arab sendiri. Maka yang seperti ini tidak boleh. Barang siapa yang terbunuh dalam peperangan seperti ini, maka bukanlah termasuk seorang yang mati syahid. Telah kehilangan orang tersebut dari dunia dan juga rugi di akhirat. Karena itu bukan di jalan Allah. Karena keinginan yang mendorongnya kepada kaum yang berupa kaum Arab, maka kita tidak mengambil manfaat darinya sedikitpun.

Suatu kaum yang berperang untuk negara atau daerah
Apabila kita berperang dengan sebab negara atau daerah. Maka tidak ada perbedaan antara kita dan orang-orang kafir. Yang juga mereka berperang dalam rangka negaranya. Maka orang yang berperang untuk menbela negara atau daerah bukanlah syahid ketika terbunuh. Melainkan yang wajib adalah kita berperang untuk sebab Islam. Membela Islam dan kaum Muslimin di negara kita.

Peringatan kepada perbedaan ini
Seharusnya kita berperang dengan sebab membela Islam di negara kita, itu sama saja apakah itu daerah yang berada di ujung daerah timur atau di daerah barat dari negara kita. Dan wajib untuk kita membenarkan hal ini, yaitu kita berperang untuk membela Islam di negara kita. Ada dua kalimat yang perlu kita ungkapkan, yaitu:
1. Kami berperang karena sebab Islam yang ada di negara kami.
2. Kami berperang karena sebab negara kami, karena negara kami itu negara yang Islam. Maka kamipun membela Islam yang ada padanya. Adapun semata-mata niatnya hanya kepada negara. Maka termasuk niat yang salah dan tidak akan memberikan faidah kepada agama sedikitpun. Maka tidak ada perbedaan seorang yang ada di negara tersebut, yang dia mengatakan bahwa dia adalah seorang yang Muslim atau dia adalah seorang yang kafir. Maka apabila berperang yaitu karena sebab daerah atau negara, maka itu hanya untuk negara saja.

Dan apa yang terkadang diucapkan, membela negara adalah sebagian dari keimanan. Hadits itu adalah kedustaan yang disandarkan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallamMencintai negara apabila negara itu negara yang Islam, maka kamu mencintainya karena negara itu adalah negara Islam. Maka hal ini yang tepat. Tidak ada perbedaan padamu, negaramu, yang dia itu dipimpin oleh seorang atau negara yang jauh dari negara-negara Muslim. Maka semuanya adalah negara Islam yang wajib engkau menjaganya. Bahwa niat yang shahih, yaitu kita berperang karena sebab Islam yang ada di negara kita atau karena sebab negara kita adalah negara yang Islam. Tidak semata-mata hanya untuk negara saja.

Syaikh Utsaimin Rahimahullah meringkas kisah tentang qital addifa', yaitu berperang mempertahankan suatu daerah atau tempat. Seandainya seorang itu sampai kepadamu di rumahmu, ingin mengambil hartamu dan ingin menghancurkan martabatmu dan keluargamu. Kalau seandainya kamu memeranginya atau bahkan membunuhnya sebagaimana Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkanmu, maka itulah yang disebut qital addifa', berperang untuk mempertahankan apa yang ada padamu.

Janganlah engkau membunuh sebagaimana aku membunuh kaum Muslimin. Walau dia adalah seorang yang melampaui batas. Seadainya kita mencukupkan atau mengikat tangan-tangan kita atau membatasi tangan-tangan kita di depan orang-orang yang melampaui batas dan kezhaliman yang mereka tidak menjaga orang mukmin juga tidak menjaga tentang kehormatannya dan agamanya, akan tetapi orang-orang yang melebihi batas itu memiliki kekuasaan, mereka merusak di muka bumi setelah perbaikannya. Maka kita mengatakan, masalah ini bukan masalah yang berkaitan dengan peperangan yang diminta. Kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata bahwa mencela orang Islam adalah perbuatan kefasikan dan membunuhnya adalah kekufuran.

Terdapat 2 qital. Yaitu qital attholab yaitu untuk suatu perintah atau permintaan. Saya pergi untuk memerangi manusia di negara mereka. Ini tidak boleh, kecuali dengan syarat-syarat yang ditentukan. Berkata sebagian 'ulama, apabila sebuah kampung, penduduknya meninggalkan adzan. Dan seperti yang diketahui adzan itu bukan termasuk dari Rukun Islam. Maka wajib bagi pemimpin di negara itu untuk memerangi orang-orang yang berada di sana. Karena mereka telah meninggalkan satu syi'ar Islam walaupun adzan bukan bagian dari Rukun Islam. Atau contoh lain, sebagian kampung penduduknya meninggalkan Shalat Ied, maka pemimpin negara bisa memerangi mereka sampai mereka mengerjakan Shalat ied, baik di rumah mereka ataupun di tanah lapang. Maka ini adalah qital attholab karena ada permintaan. Sebagaimana urusannya pemimpin bagi penduduk suatu kampung dalam wilayahnya.

Semestinya seorang itu membenarkan niatnya. Dan kami berharap dari mereka untuk memperhatikan masalah ini karena sesungguhnya kami melihat di surat-surat kabar dan di media baca lain, mereka sering menyebutkan negara-negara. Sedangkan tidak ada sama sekali di sana menyebutkan tentang Islam. Maka ini adalah kekurangan yang besar. Maka wajib untuk membimbing dan mengarahkan ummat ini ke cara dan jalan yang benar. Kita hanya bisa memohon untuk kita dan untuk kalian agar mendapatkan taufiq untuk diamalkan dan apa yang Allah mencintai dan meridhainya.

Hadits ke-9
Dari Abi Bakrah Nufai' Ibnil Harits Radhiyallahu 'anhu berkata sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "apabila bertemu dua orang muslim dengan kedua pedangnya. Maka yang membunuh dan terbunuh itu dalam api neraka." Aku berkata, "yang membunuh benar masuk neraka, maka bagaimana keadaan orang yang terbunuh?" Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata bahwa ia yang terbunuh tadi telah bersungguh-sungguh  berniat untuk membunuh muslim yang lain, hanya saja ia terbunuh lebih dulu. Maka yang membunuh dan terbunuh di dalam api neraka. Maka dari hadits tersebut menjelaskan tentang pentingnya niat. Muttafaqun 'alaih. Hadits yang disepakati Bukhari dan Muslim

Setiap dari dua orang ini mempunyai keinginan yang sama yaitu untuk membunuh yang lainnya. Maka kemudian ia mulai mengambil pedangnya atau senjata seperti pistol, senapan atau lainnya yang bisa digunakan membunuh. Maka hal ini sama saja dengan membunuh saudaranya. Maka walaupun ia terbunuh dan tidak sempat membunuh karena membunuh kaum muslimin tanpa sebab adalah kekufuran.

Allahu a'lam.

No comments:

Powered by Blogger.