Ringkasan Kajian Rutin: Bulughul Maram #8

December 17, 2021
Ustadz Abu Umair Kuswoyo Hafizhahullah 
18 November 2021
Masjid Nur Annisa, Semarang

Bismillah..
Menyamak Kulit Bangkai dan Lanjutan tentang Bejana
Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah meriwayatkan sebuah hadits. Dari Shahabat Abdullah Ibn Abbas Radhiyallahu 'anhu, beliau mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, apabila kulit bangkai telah disamak, maka ia menjadi suci. Riwayat Muslim dan Imam yang empat.

Kulit bangkai binatang apa saja jika sudah disamak maka sungguh ia telah menjadi suci. Hadits ini sifatnya umum, sehingga termasuk anjing, babi, binatang buas. Akan tetapi terjadi silang pendapat. Apakah kulit yang disamak menjadi halal adalah seluruh bangkai?

Hadits berikutnya dari Salamah ibn Al-Muhabbiq Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda menyamak kulit bangkai itu pensucian. Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Hibban.

Lalu terdapat pula hadits dari Ummul Mukminin Maimunah Radhiyallahu 'anha, suatu ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melewati bangkai kambing yang sedang diseret para shahabat, lalu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "kenapa kalian tidak mengambil kulitnya? Seandainya kalian mengambil kulitnya, maka itu lebih baik." Shahabat menjawab, "sesungguhnya kambing ini sudah menjadi bangkai, Ya Rasul."
Hadits-hadits ini berbicara tentang hukum kulit bangkai. Kulit bangkai bisa menjadi suci dengan cara disamak.

Terdapat silang pendapat dari kalangan para 'ulama. Apakah seluruh bangkai, ataukah terdapat pengecualian. Sebagian 'ulama mengatakan bahwa hadits-hadits ini bersifat lemah. Sebagian para  'ulama mengatakan bahwa yang dimaksud yang bisa menjadi suci ketika disamak adalah kulit bangkai dari binatang yang tatkala disembelih, dagingnya halal. Adapun binatang yang dagingnya tidak halal untuk dimakan, maka kulit-kulitnya tidak akan menjadi suci. Sehingga tidak bisa digunakan untuk apapun. Misalnya untuk membuat gesper, tas, sepatu atau selainnya. Dan pendapat ini adalah pendapat yang paling nampak dan pendapat yang lebih hati-hati.

Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan Hafizhahullahu Ta'ala mengatakan, hadits dari Ibnu Abbas itu menunjukkan bahwa bangkai binatang apa saja ketika disamak maka akan menjadi suci. Dan ini dikarenakan keumuman dari konteks hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, "kulit bangkai apa saja", berarti sifatnya umum. Maka kata beliau Hafizhahullah, ini merupakan konteks yang berfaidah umum, sehingga mencakup seluruh binatang, baik termasuk binatang yang suci semasa hidupnya atau dari hewan-hewan yang najis. Dan ini pendapat dari Imam Dawud Azh-Zhahiri.

Lalu dikuatkan juga oleh Imam Al-Syaukani Rahimahullah. Beliau mengatakan karena hadits yang datang dalam masalah ini tidak membedakan bangkai/kulit bangkai tersebut antara anjing, babi atau yang selainnya. Sehingga bersifat umum. Beliau Rahimahullah juga mengatakan, adalah pendapat yang benar bahwasanya menyamak itu bisa mensucikan. Dan tidak ada dalil yang menyangkalnya. Tanpa membedakan antara dagingnya bisa dimakan atau dagingnya tidak boleh dimakan. Dan ini pendapatnya jumhur 'ulama. Bahwasanya yang tetap adalah yang umum itu tidak bisa dibatasi karena suatu sebab. Sehingga kita tidak boleh berpegang dengan sebab. Misalnya dalam hadits Maimunah, yaitu kambing. Maka tidak bisa berubah keumumannya hanya dengan suatu sebab saja.

Dan berdasarkan hadits dari Salamah dan Maimunah bahwasanya penyamakan yang bisa mensucikan kulit bangkai yang dagingnya boleh dimakan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mengatakan, penyamakan kulit bangkai itu disebut penyembelihan. Sesungguhnya penyembelihan itu dengan penyamakan. 

Yang dimaksudkan dengan binatang yang kulit bangkainya ketika disamak menjadi suci, itu adalah kulit binatang yang ketika disembelih dagingnya halal dimakan. Kemudian Syaikh Shalih Al-Fauzan Hafizhahullah mengatakan, dan inilah pendapat Madzhab Hambali dan dikuatkan oleh pendapat Ibnu Taimiyyah Rahimahullah dan juga Imam An-Nawawi Rahimahullah. Adapun binatang yang tidak akan berubah menjadi halal dengan sebab disembelih maka tidak akan berubah kulitnya menjadi suci ketika disamak. Contohnya kucing, maka kulitnya tidak akan berubah menjadi suci ketika kulitnya disamak. Karena penyembelihan tidak akan merubah kehalalannya.

Sehingga kata beliau Hafizhahullah, hadits-hadits tersebut bersifat umum. Bahwasanya masuk seluruh kulit-kulit bangkai dan ini adalah pendapat yang kuat. Sedangkan pendapat yang paling nampak dan paling mendekati itu terkait dengan binatang yang dagingnya halal dimakan. Dan ini sebagai bentuk kehati-hatian dan perkara menjauhi syubhat. Barang siapa yang menjauhi perkara syubhat, maka ia telah menjaga agama dan kehormatannya. Maka tinggalkan hal yang meragukan dengan hal yang tidak meragukan (jelas).

Hal ini hanya merubah status dari kulit tersebut menjadi suci dan tidak akan merubah status kulitnya menjadi halal untuk dimakan. Maka haram tetaplah haram. Sehingga maksudnya suci adalah boleh diambil manfaat darinya, semisal menjadi gesper, tas, sepatu dan lainnya. 

Hadits-hadits ini menunjukkan bahwasanya:
1. Berdasarkan Hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu bahwa kulit apa saja yang disamak akan menjadi suci.
2. Menurut Pendapat Madzhab Hambali dan Ibnu Taimiyyah bahwa kulit yang berubah menjadi suci ketika disamak adalah kulit binatang yang dagingnya halal dimakan. Yaitu berdasarkan hadits dari Ibunda Maimunah Radhiyallahu 'anha.
3. Tidak akan merubah statusnya menjadi halal akan tetapi hanya menjadi suci.
4. Kulit menjadi suci ketika disamak namun dalam rangka kehati-hatian. Kulit yang menjadi suci hanya dari binatang yang dagingnya halal untuk dimakan.
Kulit macan, ular, keledai. Itu tidak akan berubah menjadi suci ketika disamak.

Hadits dari Abi Tsa'labah Al-Khusyani Radhiyallahu 'anhu. Ia berkata, aku pernah bertanya kepada Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam. "Ya Rasul, kami itu tinggal di daerah yang di situ banyak Ahlul Kitab. Apakah boleh bagi kami untuk makan dengan bejana-bejana mereka?" Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "janganlah kalian makan dengan bejana mereka kecuali kalian tidak mendapat bejana yang selainnya. Apabila demikian, maka cucilah kemudian makanlah."

Ahlul Kitab yang dimaksud berbeda dengan orang musyrik. Contohnya, kita boleh makan makanan pemberian Ahlul Kitab. Dengan catatan kita tidak tau bagaimana cara mereka mendapatkannya, kita mendapatkannya dalam keadaan sudah jadi sehingga tidak tau. Kecuali ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa terdapat hal yang membuatnya tidak halal.

Apakah Ahlul Kitab itu Yahudi dan Nasrani? Bahwasanya Ahlul Kitab itu adalah orang-orang yang beragama Yahudi dan Nasrani sebelum Nabi diutus. Apabila Nabi telah diutus kemudian mereka ikut Yahudi atau Nasrani maka itu tidak disebut Ahlul Kitab. Pendapat kedua adalah Ahlul Kitab merupakatn pengikut Injil dan Taurat asli. Lalu pendapat lain, semua Yahudi dan Nasrani adalah Ahlul Kitab. Pendapat paling kuat adalah yang pendapat ketiga. Sehingga ini berlaku bagi Yahudi dan Nasrani di zaman sekarang.

Maka boleh seorang lak-laki Muslim menikahi wanita Yahudi ataupun Nasrani. Akan tetapi dengan beberapa ketentuan.

Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya tentang bolehkah memakai bejana dari Yahudi dan Nasrani. Jawabnya jangan kalian makan, kecuali jika kalian tidak mendapatkan yang lain dan itu harus dicuci dahulu lalu dipakai untuk makan. Apakah hadits ini bertentangan dengan hukum asal sesuatu itu suci? Jawabnya, tidak. Karena hadits ini berkata tentang kebanyakan atau kebiasaannya Ahlul Kitab mengunakan bejananya untuk menaruh sesuatu yang najis. Maka sebagai bentuk kehati-hatian adalah dicuci dahulu. Akan tetapi mencuci di sini tidaklah wajib tapi sifatnya hanya anjuran (sunnah).

Hadits ini memberikan faidah antara lain:
1. Hendaklah tidak memakan makanan dari wadah/bejana Ahlul Kitab. Karena mereka tidak berhati-hati dari menjaga diri dari sesuatu yang najis.
2. Seolah-olah bertentangan dengan hukum asal segala sesuatu adalah suci. Maka di sini hanya sangkaan kuat saja.
3. Tidak bolehnya menggunakan wadah/bejana orang kafir dikecualikan jika memenuhi 2 syarat, yaitu jika tidak ada wadah/bejana yang selainnya dan dibersihkan atau dicuci terlebih dahulu.

Allahu a'lam..

No comments:

Powered by Blogger.