Ringkasan Kajian Rutin: Bulughul Maram #9

December 21, 2021
Ustadz Abu Umair Hafizhahullah
25 November 2021
Masjid Nur Annisa, Semarang

Bismillah..
Hukum Menggunakan Bejana Orang Musyrik
Dari Imran bin Husain Radhiyallahu 'anhu, beliau mengatakan bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabatnya pernah berwudhu' menggunakan air dari tempat (menampung air) yang terbuat dari kulit milik seorang perempuan Musyrik. Muttafaqun 'alaih, disepakati oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.

Hadits yang mulia ini menjelaskan kepada kita bahwasanya kulit bangkai yang telah disamak statusnya berubah menjadi suci. Karena mazadah itu dibuat dari kulit bangkai dan dalam hadits tadi mazadah tersebut milik seorang perempuan Musyrik. Maka semua sembelihan orang-orang Musyrik statusnya adalah bangkai walaupun itu binatang yang dagingnya boleh dimakan, seperti kambing, sapi dan lainnya. Sehingga ini menunjukkan bahwa Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabat memakai air yang ditampung di mazadah, karena memang kulit bangkai yang telah disamak statusnya menjadi suci. Berbeda dengan sembelihan orang Yahudi dan Nasrani, apakah bangkai? Jawabannya, sembelihan mereka bukan bangkai, kecuali kita mengetahui dengan jelas bahwa mereka menyembelih dengan tidak menyebut nama Allah. Jangankan mereka, seorang Muslim juga seandainya menyebut nama selain Allah, maka status sembelihannya adalah bangkai. Maka apabila kita tidak mengetahuinya apakah ahlul kitab itu menyebut nama Allah atau tidak, maka status sembelihannya adalah halal dan begitupun status kulitnya juga bukan merupakan bangkai. Walaupun nanti menjadi silang pendapat terkait siapa yang termasuk ahlul kitab.

Syaikh Ibnu Fauzan bin Fauzan Hafizhahullah mengakatakan, Imran ibnu Husain ibnu Uba'id ibnu Huza'i Radhiyallahu 'anhu masuk Islam setelah Perang Khaibar, beliau adalah orang yang pegang bendera dari Huza'ah ketika Fathul Mekkah. Ketika itu Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam membawa 10.000 pasukan dari bermacam-macam kabilah. Singkat cerita akhirnya kafir quraisy ditaklukkan, dan setelah itu berbondong-bondong orang-orang kafir quraisy masuk Islam. Sekita 2.000 orang masuk Islam. Dan orang-orang yang tidak masuk Islam, melarikan diri ke Hunain. Peristiwa ketika tahun 8 Hijriyyah. Dan orang-orang yang melarikan diri ke Hunain menyusun ulang kekuatan dengan orang-orang kafir lainnya. Maka tatkala berita ini sampai kepada Nabi, beliau mengutus 10.000 ditambah 2.000 pasukan sebagaimana dijelaskan dalam kisahnya. Di antara yang ikut ketika Fathul Mekkah adalah Imran bin Husain. Beliau termasuk shahabat yang utama dan merupakan ahli fikih di antara para shahabat. Umar bin Khaththab pernah mengutusnya untuk mengajarkan fikih kepada penduduk Bashrah. Beliau meninggal di Bashrah di tahun 52 Hijriyyah.

Syaikh Shalih Al-Fauzan mengatakan, hadits ini menunjukkan bahwa:
1) Bolehnya menggunakan bejana-bejana orang Musyrik selagi tidak yakin dengan kenajisannya. Berarti kalau statusnya ragu-ragu, maka dikembalikan kepada hukum asal yaitu suci. Sampai datang kepada kita yang meyakinkan kita bahwa itu adalah najis. Karena para shahabat menuangkan air untuk berwudhu' dan mereka juga minum dengannya.
2) Sucinya kulit bangkai yang sudah disamak.
3) Bolehnya seseorang mengambil air milik orang lain jika dia membutuhkan. Apalagi ketika ia mengambil air itu tidak memudharatkan pemiliknya. Dan boleh bagi dia untuk mengambil air untuk menghilangkan rasa haus.
4) Tidak boleh seseorang untuk menahan air. Terlebih apabila air itu berlebih.
5) Ada tanda-tanda Nubuwwah, karena Allah Jalla wa Ala menurunkan barakah ke dalam air tersebut. Tatkala air tersebut dipakai, air yang ada di mazadah masih ada dan seperti tidak berkurang. Maka itu menunjukkan tanda-tanda Nubuwwah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu Ta'ala 'anhu, beliau mengatakan bahwasanya bejana Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam retak, maka beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam memperbaiki bejana yang retak itu dengan pengikat dari perak.

Hadits ini dibawakan, karena sebelumnya dijelaskan bahwasanya kita tidak boleh menggunakan bejana yang terbuat dari emas dan perak. Maka hal ini berbeda dengan bejana yang memang terbuat dari emas ataupun perak. Maka apabila sekedar tambalan dari perak sebagaimana hadits ini, maka tidak masalah. 

Syaikh Ibnu Fauzan mengatakan, hadits ini menunjukkan:
1) Bolehnya memperbaiki bejana yang retak dengan rantai yang terbuat dari perak ketika memang dibutuhkan. Karena yang haram itu kalau bejana terbuat dari perak, adapun kalau sekedar diikat dengan perak maka tidak masalah. Karena maslahatnya nampak ketika itu. Dan biasanya bejana itu kecil, sehingga hanya menggunakan sedikit saja.
2) Hadits ini khusus untuk perak, adapun emas maka tidak boleh. Dan sekiranya apabila dengan emas itu boleh, maka Nabi akan mencontohkannya.
3) Selayaknya bagi seseorang ketika memungkinkan baginya untuk memperbaiki bejana-bejana yang dimiliki atau sejenisnya dari perabotan-perabotan rumah tangga.
4) Bolehnya minum dan wudhu' dari air yang berada di wadah yang ditambal dengan kawat perak. Begitupun makan dan manfaat lainnya.
5) Hendaknya suatu barang selama bisa diperbaiki maka diperbaiki dahulu, jangan langsung beli yang baru.
6) Memperbaiki barang yang rusak ini adalah tanda bahwa seseorang ini bersifat sederhana dan selalu menjaga harta. Sehingga selayaknya bagi kita untuk menjaga barang-barang kita.

Allahu a'lam..

No comments:

Powered by Blogger.