Ringkasan Kajian Rutin: Bulughul Maram #6

December 10, 2021
Ustadz Abu Umair Kuswoyo Hafizhahullah
4 November 2021
Masjid Nur Annisa, Semarang

Bismillah..
Bangkai Yang Tidak Najis
Bangkai ikan dan belalang jika mengenai air maka tidak membuat air menjadi najis. Artinya bangkai ikan dan belalang bukanlah najis. Dalilnya adalah sebuah hadits yang diriwayat oleh Imam Ahmad dan Imam Ibnu Hajjah, hadits ini ada kelemahan. Dan Syaikh Shalih Al-Fauzan Hafizhahullah mengatakan sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Hafizh ibnu Hajar Rahimahullah yaitu hadits ini ada kelemahan. 
Tetapi ada riwayat lain yang mauquf dan sanadnya shahih. Sebagian juga mengatakan bahwa hadits yang mauquf itu shahih karena secara hukum itu marfu' sampai ke Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Karena ketika shahabat berbicara tentang hukum, maka tidak mungkin kalau murni dari pemikiran atau pendapat mereka sendiri. 

Dari Ibnu 'Umar Radhiyallahu 'anhu, beliau mengatakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda bahwa telah dihalalkan untuk kami 2 bangkai dan 2 darah, bangkainya yaitu belalang dan ikan, adapun 2 darah yaitu hati dan jantung atau limfa. Hadits ini menunjukkan kepada kita bahwasanya 2 bangkai yaitu bangkai ikan dan belalang, merupakan bangkai yang tidak najis. Sehingga tatkala kedua bangkai ini kita dapati berada di dalam sebuah ember, maka 2 bangkai ini tidak menjadikan air tersebut menjadi najis. Bagaimana jika air tersebut berubah baunya, warnanya dan rasanya dapat membuat air tersebut menjadi najis? Tidak najis. Tapi apakah bisa digunakan untuk bersuci? Maka perlu dirinci, apakah campuran tersebut mendominasi? Jika mendominasi maka air tetap suci tapi tidak bisa digunakan untuk bersuci. Contohnya air di gelas dimasukkan kopi atau teh, apabila campurannya tadi sudah mendominasi, maka status airnya masih suci akan tetapi tidak bisa digunakan untuk bersuci. Begitu pula apabila di kolam ada banyak bangkai ikan sehingga air tersebut menjadi bau, maka tetap air tersebut tidak najis dan jika air lebih mendominasi maka air tersebut dapat digunakan untuk bersuci.

Apakah status bangkainya halal atau tidak ketika binatang air itu mati dan sudah berada di pinggir pantai atau sungai? Para 'ulama berbeda pendapat. Sebagian para 'ulama termasuk Imam Malik mengatakan bahwasanya bangkai tersebut halal. Adapun madzhab Hanafi, mereka mengatakan tidak halal. 

Binatang air terbagi menjadi 2, binatang yang hidup di air saja dan binatang yang hidup di 2 alam, air dan darat. Terdapat 4 pendapat.
1. Seluruh binatang air halal. Ini merupakan pendapat madzhab Malikiyyah dan Syafi'iyyah.
2. Seluruh binatang air halal, kecuali katak, buaya, ular. Pendapat madzhab Hambali. Walaupun Syaikh Ibnu Utsaimin mengakatan bahwa buaya itu halal. Karena termasuk binatang air.
3. Seluruh binatang air haram dimakan kecuali ikan. Setiap ikan di air boleh dimakan kecuali bangkai ikan yang mengapung di air.
4. Hanya ikan yang boleh dimakan, sedangkan selain ikan boleh dimakan jika memang memiliki kesamaan dengan binatang darat yang sama-sama boleh dimakan seperti binatang air yang mirip dengan sapi, kambing dan sebagainya.

Apakah binatang laut yang mati mengapung atau terseret hingga ke pinggiran itu halal? Jika binatang itu mati dengan sebab disembelih atau dipukul, maka hukumnya boleh berdasarkan ijma'. Lalu bagaimana binatang air itu mati tanpa sebab atau tiba-tiba mati mengapung di atas air? Para 'ulama berbeda pendapat, pendapat jumhur 'ulama mengatakan bahwa itu halal dimakan. Akan tetapi Abu Hanifah mengatakan bahwa itu tidak halal. Yang kuat adalah pendapatnya jumhur 'ulama karena dalilnya tegas.

Bagaimana dengan bangkai jenis serangga lainnya, semisal jangkrik? Jangkrik tidak halal. Lalu apakah serangga itu halal? Jumhur 'ulama mengatakan bahwa serangga itu haram. Adapun madzhab Maliki mengatakan halal. Pendapat Maliki kuat, akan tetapi pendapat jumhur adalah pendapat yang lebih hati-hati. Binatang yang darahnya tidak mengalir seperti serangga itu tidak najis, tetapi bukan berarti halal untuk dimakan.

Ikan dan belalang ketika mati berada di atas air tidak membuat air tersebut menjadi najis, baik air itu banyak atau sedikit. Walaupun 3 sifat air berubah, air tersebut tetap tidak najis. Karena air tersebut tidak berubah atas sebab najis, akan tetapi air tersebut berubah oleh sesuatu yang suci. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Abu Daud.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, beliau berkata bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, apabila lalat hinggap di minuman salah satu dari kalian, maka celupkan lalu buang lalat tersebut. Karena pada satu dari kedua sayapnya itu ada racun dan di sayap lainnya itu ada obatnya.

Maka kita diperintahkan untuk mencelupkannya adalah karena untuk menetralkan racunnya. Ada perintah untuk mencelupkan seluruh tubuh dari lalat ke dalam makanan ataupun minuman. Bolehkah memanfaatkan airnya itu adalah suatu keharusan? Jawabannya adalah tidak, tidak harus diminum. Karena perintahnya tidak memberikan hukum wajib, melainkan hanya bersifat saran atau ajakan.

Dan dikiaskan dengan lalat, segala sesuatu binatang yang sejenis lalat, yaitu binatang yang darahnya tidak mengalir. Dengan catatan bukan binatang yang mengandung najis. Maka dari jelas bahwa Islam itu lebih dulu mengetahui 'ilmu-'ilmu terkait kesehatan. Bahwasanya lalat itu memang membawa penyakit.

Allahu Ta'ala a'lam..

No comments:

Powered by Blogger.