Ringkasan Kajian Rutin: Kitabul 'Ilmi #11

December 27, 2021
Ustadz Abu Zaid Hafizhahullah
7 November 2021
Masjid Nur Annisa, Semarang

Bismillah..
Adab Penuntut 'Ilmu
10. Berpegang teguh dengan Al-Kitab dan As-Sunnah
1) Berpegang teguh dengan Al-Qur'anul Karim
Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullahu Ta'ala berkata, berpegang teguh dengan Al-Kitab, maksudnya adalah Al-Qur'anul Karim. Bagaimana seorang penuntut 'ilmu untuk berpegang teguh dengan Al-Qur'anul Karim? Yakni wajib bagi penuntut 'ilmu untuk serius dalam urusan dia dengan Al-Qur'an, baik itu cara membacanya, menghafalnya, memahami kemudian mengamalkan Al-Qur'an. Dan termasuk hal-hal yang disayangkan kita mendapati sebagian penuntut 'ilmu tidak menghafal Qur'an. Bahkan sebagian mereka tidak baik dalam membaca Al-Qur'an. Ini adalah celah yang besar di dalam metode menuntut 'ilmu. Karena itu wajib atas penuntut 'ilmu untuk serius pada menghafal Qur'an dan mengamalkannya serta mendakwahkannya dan memahami Al-Qur'an dengan pemahaman yang mencocoki dengan pemahaman salafush shalih

2) Berpegang teguh dengan sunnah-sunnah yang shahih
Sunnah yang shahih adalah sumber syari'at Islam yang kedua. Al-Qur'an lebih butuh kepada sunnah, karena sunnah ini menjelaskan terhadap Al-Qur'anul Karim. Maka wajib bagi penuntut 'ilmu untuk menggabungkan keduanya. Wajib bagi penuntut 'ilmu untuk menghafal sunnah. Menghafal sunnah bisa saja dengan menghafal nash-nash hadits. Atau mempelajari sanad-sanadnya atau matan-matannya. Serta dia bisa membedakan yang shahih dari yang dha'if. Dan seperti itu juga hendaknya dia menghafal sunnah untuk membela sunnah serta membantah syubhat, membantah kerancuan-kerancuan berfikir dari para ahlul bid'ah.

Maka wajib atas penuntut 'ilmu, dia memegang teguh Al-Qur'an dan sunnah yang shahih. Keduanya untuk penuntut 'ilmu bagaikan dua sayap untuk terbang. Apabila patah salah satu sayap ini, maka tidak akan bisa terbang. Karena itu janganlah anda sekedar memperhatikan sunnah dan lalai dari Qur'an. Atau memperhatikan Al-Qur'an tetapi lalai dari sunnah.

Berapa banyak dari penuntut 'ilmu yang memperhatikan terhadap sunnah, syarah-syarahnya dan juga ia memperhatikan rawi-rawinya dan juga ia memperhatikan istilah-istilah dalam hadits ataupun komentar-komentar dari para ahlul hadits dengan perhatian yang sempurna. Akan tetapi apabila engkau bertanya tentang satu ayat dari Kitabullah, maka ia akan bodoh dengan ayat tersebut. Begitupula sebaliknya. Maka ini merupakan kesalahan yang besar. Maka harus keadaan Al-Kitab dan As-Sunnah itu bagaikan dua sayap dari para penuntut 'ilmu.

Setelah kita mengetahui pentingnya Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagaimana ibarat dua sayap. Maka di sana ada sesuatu yang penting juga, yaitu ucapan para 'ulama. Maka janganlah engkau sia-siakan ucapan para 'ulama dan jangan lalai darinya. Karena para 'ulama itu lebih mendalami 'ilmu darimu. Dan di sisi para 'ulama itu ada kaidah-kaidah syari'at, rahasia-rahasia syari'at serta kaidah-kaidahnya yang mana itu tidak ada padamu.

Karena itu, para  'ulama yang mulia yang mereka meneliti, ketika menguatkan satu ucapan di sisi mereka. Mereka mengatakan, sesungguhnya pendapat ini telah mengatakan seseorang sebelumnya, maka ambillah ini. Jika tidak ada, kita tidak akan katakan seperti itu. Berarti sudah ada yang mendahului beliau dari kalangan para 'ulama. Maka sebagai contoh, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullahu Ta'ala. Di atas 'ilmu beliau serta luasnya tela'ah beliau. Beliau akan berpendapat dengan suatu pendapat jika telah ada yang mengucapkannya sebelumnya, tapi tidak diketahui pengucapnya, maka jangan semata-mata mengambil ucapanku.

Karena itu wajib atas penuntut 'ilmu untuk kembali kepada Kitabullah dan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga hendaknya mengambil pertolongan untuk memahami keduanya dengan pemahaman para 'ulama. Yang namanya ruju' kepada Kitabullah adalah dengan menghafalnya mentadabburinya, mengamalkan sesuai dengan apa yang datang Al-Qur'an tersebut. Karena Allah berfirman dalam Surah Shad: 29.
كِتٰبٌ اَنْزَلْنٰهُ اِلَيْكَ مُبٰرَكٌ لِّيَدَّبَّرُوْٓا اٰيٰتِهٖ وَلِيَتَذَكَّرَ اُولُوا الْاَلْبَابِ
Kitab yang Kami turunkan kepadamu (Muhammad) dengan penuh berkah agar mereka tadabbur terhadap ayat-ayatnya dan agar mengambil pelajaran orang-orang yang memiliki akal. (QS. Shad: 29)

Agar mereka tadabbur terhadap ayat-ayat adalah pada sampai pada pemahaman makna. Dan agar mengambil pelajaran orang-orang yang memiliki akal. Yang namanaya tadabbur adalah mengamalkan Al-Qur'an ini, mengambil pelajaran. Maka diturunkan Al-Qur'an untuk hikmah ini. Maka apabila keadaan Al-Qur'an diturunkan untuk hikmah ini, maka hendaknya kita kembali kepada Al-Kitab agar kita mentadabburinya dan agar kita mengetahui makna-maknanya, kemudian kita mengamalkannya. 

Dan demi Allah. Sesungguhnya padanya lah ada kebahagiaan dunia dan akhirat. Allahu Ta'ala telah berfirman dalam Surah Thaha.
فَمَنِ اتَّبَعَ هُدٰيَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقٰى
Maka barangsiapa yang mencari petunjuk-Ku, maka dia tidak akan sesat dan tidak pula celaka. (QS. Thaha: 123)

‪وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى
Dan barangsiapa berpaling dari mengingat-Ku, maka sesungguhnya untuknya penghidupan yang sempit, dan Kami akan bangkitkan ia pada hari kiamat dalam keadaan buta.
(QS. Thaha: 124)

Banyak kaum Muslimin yang tidak bisa baca Qur'an. Bagaimana mengamalkannya kalau tidak tahu cara membacanya. Sehingga Al-Qur'an hanya sekedar bacaan di bulan Ramadhan. Karena itu tidak akan engkau dapati seorangpun yang lebih nikmat hatinya, lebih lapang dadanya dan paling tenang di hatinya daripada seorang Mukmin selamanya. Bahkan walaupun orang yang beriman ini adalah orang yang fakir. Maka seorang Mukmin, adalah sebaik-baik manusia dalam hal kelapangan, juga sebaik-baik manusia dalam ketenangan dan yang paling luas dadanya. Maka bacalah oleh kalian firman Allahu Ta'ala Surah An-Nahl: 97.
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهٗ حَيٰوةً طَيِّبَةًۚ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
Barang siapa yang beramal dengan amal shalih dari kalangan laki-laki ataupun perempuan yang ia beriman. Maka aku akan hidupkan dia dengan kehidupan yang baik dan aku akan membalas pahala mereka dengan yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. An-Nahl: 97)

Apa itu kehidupan yang baik? adalah kelapangan dada serta ketenangan hati. Walau keadaan manusia ini separah parahnya kebutuhan, orang yang paling fakir. Karena dia tenang hatinya dan lapang dadanya. Maka inilah yang dimaksud kehidupan yang baik. Berkata Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, menakjubkan urusan orang yang beriman ini. Sesungguhnya semua perkaranya ini baik. Dan tidak ada yang demikian itu kepada siapapun kecuali kepada orang Mukmin. Jika menimpa dia kesusahan-kesusahan lalu dia bersabar, maka itu adalah suatu kebaikan untuknya. Dan jika menimpa dia kelapangan-kelapangan dia bersyukur, maka ini juga merupakan kebaikan untuknya.

Orang kafir apabila menimpanya kesusahan-kesusahan, apakah mereka akan sabar? Jawabannya tidak, mereka tidak akan sabar. Orang kafir itu jelas tidak sabaran bahkan mereka sedih serta sempit dunia dirasakan oleh mereka. Bahkan terkadang mereka berputus asa sampai mereka membunuh dirinya. Akan tetapi, orang yang beriman itu bersabar dan ia mendapati kenikmatan daridari sabar itu yang berupa kelapangan dada dan ketenangan. Dan karena itu, kehidupannya adalah kehidupan yang baik. Dan karena itulah terjadi firman Allahu Ta'ala, maka aku akan hidupkan dia dengan kehidupan yang baik. Kehidupan yang baik itu letaknya di hati dan jiwanya.

Sebagian ahli sejarah, mereka berbicara tentang Ibnu Hajar Rahimahullahu Ta'ala. Beliau itu adalah hakimnya hakim di negeri Mesir. Beliau apabila datang ke tempat yang beliau bekerja untuknya. Datang dengan kereta yang ditarik oleh kuda-juda dalam satu rombongan. Maka lewatlah rombongan ini pada suatu hari, melewati seorang laki-laki Yahudi, seorang tukang minyak. Dan biasanya minyak-minyak itu mengotori bajunya. Maka datanglah orang Yahudi ini kemudian ia menghentikan rombongan tersebut. Kemudian ia mengatakan kepada Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah, sesungguhnya Nabi kalian mengatakan bahwa dunia adalah penjaranya orang beriman dan surganya orang kafir. Engkau adalah hakimnya para hakim, sedangkan engkau berada di rombongan yang seperti ini dan juga dalam kenikmatan seperti ini. Sementara aku seorang Yahudi, dalam kondisi siksaan. Dan ini adalah kesialan. Ibnu Hajar Rahimahullah berkata kepadanya, aku di atas apa yang ada padanya berupa kemewahan kenikmatan teranggap bagi kenikmatan di surga adalah suatu penjara. Sementara engkau dengan kesialanmu yang engkau ada padanya teranggap adzab di neraka, itu masihlah surga. Maka Yahudi tersebut bersyahadat kemudian masuklah Islam orang Yahudi tersebut.


Allahu a'lam.. 

No comments:

Powered by Blogger.