Ringkasan Kajian Rutin: Adab Thalabul 'Ilmi #8

January 28, 2021
Ustadz Solikhin Hafizhahullahu Ta'ala
6 Jumadil Akhir 1440H/12 Februari 2019
Masjid Nur Annisa, Semarang

Bismillah..
InsyaAllah melanjutkan tentang adab-adab thalabul 'ilmi
7. Sudah seharusnya bagi penuntut ilmu untuk bersikap tawadhu' kepada ilmu itu sendiri, demikian pula bersikap tawadhu' kepada guru yang mengajari kita ilmu. Maka dengan sikap tawadhu' tersebut ia akan mendapat ilmunya dan kita sudah diperintah untuk memiliki sikap tawadhu' ini dalam semua sisi kehidupan. Maka di dalam perkara seorang penuntut ilmu, sikap tawadhu' ini lebih ditekankan lagi. Para ulama telah menekankan, ilmu itu akan lari dari orang yang merasa tinggi, sebagaimana halnya aliran air itu akan selalu meninggalkan tempat yang tinggi. Dia akan selalu bermusyawarah dengan gurunya terhadap perkaranya dan ia akan meminta arahan dari gurunya terhadap perkaranya tersebut. Sebagaimana orang yang sakit kronis kemudian divonis oleh dokter yang sangat ahli, maka ia akan begitu patuh mentaati dokternya itu tatkala dokternya itu memberi nasihat. Demikian pula seharusnya penuntut ilmu.

8. Seharusnya seorang penuntut ilmu itu memberikan bimbingan kepada kawan-kawannya supaya mereka tersibukkan dengan ilmu dan faidah-faidah yang berharga. Dimanapun kita berada marilah warnai lingkungan itu dengan faidah. Dan penuntut ilmu itu saling mengingatkan dan saling bertukar faidah dan saling muraja'ah. Maka dengan memberikan bimbingan kepada kawannya yang lain maka ilmunya akan menjadi berberkah dan hatinya akan semakin bercahaya. Dan masalah-masalah itu akan semakin dekat dan disertai dengan besarnya pahala dari Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka ilmunya akan bermanfaat dan menjadi pahala yang tidak akan terputus. Tetapi orang yang pelit, tidak mau memberi atau bertukar faidah maka keadaannya akan sebaliknya. Dan ilmu itu tidak akan tetap bersamanya meskipun masih ada ilmu tersebut tetapi tidak bermanfaat ibarat pohon yang tak berbuah. Dari Al-Imam An-Nawawi Rahimahullah.

9. Seharusnya seorang penunut ilmu itu sabar di atas kekasaran gurunya, mungkin akhlaknya kurang berkenan, karena sikap guru juga beraneka ragam. Dan janganlah yang demikian itu menghalangi dirinya untuk terus menerus bersama guru itu. Dan pula jangan menghalangi dari mengambil ilmu dari guru itu. Seorang murid itu harus pandai-pandai men-ta'wil dari sikap gurunya tersebut dengan penafsiran yang baik. Ketika guru itu mulai bersikap keras, maka ia mulai mencari udzur terhadap gurunya. Bahkan seorang murid ketika mendapati guru sedang bersikap seperti tadi maka murid lah yang memberikan celaan kepada dirinya. Maka yang demikian itu lebih bermanfaat untuk dunia maupun untuk ilmunya. Dan murid yang seperti itu akan lebih dikenal oleh gurunya. Dan sungguh para ulama mengatakan barang siapa yang tidak sabar dalam menahan kerendahan, hinanya mencari ilmu maka ia akan terus menerus umurnya itu mendapati kebutaan karena ia selalu diselimuti oleh kebodohan. Mencari ilmu harus siap merendahkan diri kita di hadapan ilmu dan di hadapan guru. Tapi seorang murid yang sabar maka ilmunya akan bermanfaat di dunia maupun di akhirat. Terdapat atsar yang masyhur dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu, aku sangat rendah ketika dulu masih menjadi murid, maka aku menjadi mulia ketika ilmuku dicari (sudah menjadi guru). Kitab Al-Majmu'.

10. Seorang penuntut ilmu harus berhias dengan kelemah lembutan sebagaimana dalam sebuah hadits, sesungguhnya kelemah lembutan itu tidak akan ada selain menghiasi dirinya, tetapi tidaklah kelemah lembutan itu dicabut dari diri seseorang melainkan akan merusaknya. Syaikh Utsaimin Rahimahullah mengatakan, sikap kelemah lembutan ini adalah sikap yang penting bagi penuntut ilmu, harus dicamkan baik-baik bagi diri kita. Maka kelemah lembutan itu sebagaimana Nabi pernah mensabdakan sesungguhnya Allah itu adalah Zat yang lemah lembut, mencintai kelemah lembutan dalam setiap perkara. Akan tetapi, harus seorang manusia itu memiliki sikap kelemah lembutan tapi tidak lemah. Tetapi tidak boleh berlebihan berlemah lembut sehinggga melewati batas dan malah menyalahi syari'at dan bahkan kelemah lembutannya malah menggiring kepada perkara yang haram. Saking lemah lembutnya malah diabaikan orang lain, maka seperti ini menyelisihi dari pekara yang disyari'atkan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Seorang itu harus memiliki kelemah lembutan dalam tempat-tempat yang memang harus lemah lembut dan harus memiliki sikap yang tegas dalam tempat tempat yang memang harus tegas. Setiap tempat dan keadaan itu memiliki pembicaraan tersendiri.

11. Dan hendaknya seorang penuntut ilmu yang sudah mampu seharusnya ia mampu untuk memikirkan, ber-istinbath atau mengeluarkan faidah-faidah dari suatu dalil. Sebagaimana yang telah dikerjakan oleh Al-Imam Asy-Syafi'i Rahimahullah, beliau sejak kecil demikian ketika thalabul 'ilmi terbiasa beliau menggali ilmu-ilmu yang berharga, bahwa Imam Syafi'i Rahimahullah pernah singgah sebagai tamu pada rumah Imam Ahmad Rahimahullah. Dan Imam Ahmad ialah murid dari Imam Syafi'i Rahimahullah, dan Imam Syafi'i berkunyah dengan Abu Abdillah. Muhammad bin Idris Abu Abdillah. Kebiasaan Imam Ahmad selalu memuji gurunya, menceritakan kemuliaannya, keteladanannya dari Imam Syafi'i Rahimahullah.

Maka seperti itulah kebiasaan para ulama, memuji gurunya. Lantas dihidangkan untuk Imam Syafi'i makan malam. Ternyata apa yang terjadi, Imam Syafi'i Rahimahullah memakan semua hidangan itu sampai habis. Bahkan tempat makanannya itu dikembalikan sudah kosong, dan beliau Imam Syafi'i bertindak dengan ilmu. Kata keluarga Imam Ahmad Rahimahullah pada awalnya adalah bagaimana bisa Imam Syafi'i menghabiskan semuanya? maka heranlah keluarga Imam Ahmad Rahimahullah, padahal sunnah-nya makanlah 1 suap 2 suap sampai bisa untuk meluruskan tulang belakangnya. Setelah menghidangkan makanan kemudian dihabiskan Imam Syafi'i Rahimahullah.

Imam Ahmad Rahimahullah kembali kepada keluarganya dan Iman Syafi'i dipersilahkan untuk tidur. Tetapi ternyata pada akhir malam, Imam Syafi'i Rahimahullah langsung shalat malam di akhir malam dan tidak minta air untuk ber-wudhu. Lalu heran lagi keluarga Imam Ahmad. Imam Syafi'i Rahimahullah tidak shalat sepanjang malam tetapi shalat di akhir malam tanpa meminta air wudhu. Kemudian dikumandangkan adzan Subuh. Imam Syafi'i Rahimahullah kemudian keluar juga untuk Shalat Subuh tanpa meminta air wudhu. Itulah yang kedua yang membuat keluarga Imam Ahmad heran. Bagaimana anda mengatakan tentang Imam Syafi'i, katanya mulia dan sebagainya tetapi kok seperti itu.

Terjadilah pembicaraan pada keluarganya. Imam Ahmad Rahimahullah mengatakan saya akan tanyakan kepada beliau dan akan saya kabarkan kepada kalian. Lalu bertanyalah Imam Ahmad kepada Imam Syafi'i. Imam Syafi'i Rahimahullah menjawab, adapun makanan tadi malam kenapa saya menghabiskan seluruhnya? karena tidak akan kudapati makanan yang se-halal makanan dari keluarga Imam Ahmad. Jadi akan aku penuhi perutku dengan makanan itu, adapun diriku tidak shalat malam sepanjang malam. Karena memikirkan ilmu itu lebih utama dari shalat tahajjud. Karena ilmu Imam Syafi'i bermanfaat dan berpahala untuk banyak orang, sedangkan shalat tahajjud pahalanya hanya untuk dirinya sendiri.

Dan di malam itu saya mulai memikirkan tentang ilmu dan saya mengeluarkan faidah-faidah pada hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam, yaitu hadits tentang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam ketika berbicara kepada anak kecil bernama Abu Umair Radhiyallahu 'anhu. Maka Imam Ahmad berkata saya tidak tahu berapa banyak faidah yang dikeluarkan Imam Syafi'i Rahimahullah dari satu hadits tersebut. Adapun keberadaan diriku ketika malam tidak minta air untuk ber-wudhu dan saya keluar untuk Shalat Subuh. Karena saya masih memiliki wudhu. Akhirnya Imam Ahmad Rahimahullah menceritakan kepada keluarganya apa yang Imam Syafi'i Rahimahullah katakan. Dan keluarga Imam Ahmad akhirnya mengatakan "akhirnya kami mengerti".

Bertanya adalah kuncinya ilmu. Jibril 'Alaihissalam bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam tentang ilmu. Oleh karena itu Al-Qur'an berbicara tentang ini, jika kalian tidak mengetahui. Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala mengatakan bahwa bertanya itu merupakan obat dari kebodohan. Maka kebodohan itu pangkal dari seluruh dosa. Tidakkah mereka itu bertanya ketika tidak tahu. Sesungguhnya obat dari suatu kejelekan itu adalah dengan bertanya. Tatkala bertanya ini merupakan kunci dari ilmu, maka bagusnya cara bertanya akan sangat membantu dalam mendapatkan ilmu. Barang siapa yang dia itu bagus dalam bertanya, maka ia akan diajari. Oleh karena ini, Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah pernah mengatakan bahwa ilmu itu memiliki 6 tahapan, tahapan yang pertama dengan bertanya. Dan di antara manusia, terdapat manusia yang ia diharamkan dari ilmu karena tidak bagus dalam bertanya.

Ada kalanya sama sekali ia tidak mau bertanya atau yang kedua ia malah bertanya tentang sesuatu yang malah tidak penting, yang tidak ada manfaatnya. Sebagaimana seperti orang yang bertanya tentang sesuatu yag tidak mendesak untuk diketahui, yang tidak akan memudharatkan sesuatu apabila ia tidak tahu. Dan ia malah meninggalkan perkara yang penting untuk diketahui. Imam Mujahid Rahimahullah mengatkaan, tidak akan bisa mempelajari ilmu adalah orang yang malu, orang yang sombong, manusia kalau berbuat maksiat tidak malu, tetapi berbuat ketaatan malah malu. Dan seharusnya tidaklah menghalangi dirinya rasa malu itu dari bertanya mengenai suatu perkara yang terjadi pada dirinya. 

Ketahuilah bagusnya dalam bertanya akan memudahkan seorang 'alim untuk menjawabnya. Bagusnya bertanya itu separuh dari pengetahuan. Malik bin Anas Rahimahullah mengatakan, telah datang Ibnu Ajlan Rahimahullah kepada Zaid bin Aslan Rahimahullah. Maka ia bertanya sesuatu kepada Zaid bin Aslan Rahimahullah. Dan pertanyaannya jelek. Lalu gurunya, Zaid bin Aslan mengatakan, pergilah kamu dulu, pelajari cara bertanya.

Allahu a'lam.

No comments:

Powered by Blogger.