Ringkasan Kajian Rutin: Adab Thalabul 'Ilmi #7

January 27, 2021
Al-Ustadz Solikhin Hafizhahullahu Ta'ala
29 Jumadil Awwal 1440H/5 Februari 2019
Masjid Nur Annisa, Semarang

Bismillah..
Dari Abdurrahman bin Mahdi Rahimahullah, beliau pernah mengatakan telah datang seorang laki-laki kepada Imam Malik Rahimahullah. Laki-laki itu bertanya tentang suatu perkara kepada Imam Rahimahullah bahkan sampai beberapa hari, namun Imam Malik Rahimahullah tidak menjawabnya. 

Ibnu Wahhab Rahimahullah mengatakan, dan saya mendengar sendiri sering sekali beliau mengatakan saya tidak tahu, sampai-sampai Ibnu Wahhab mengatakan kalau kita mencatat perkataan saya tidak tahu dari Imam Malik Rahimahullah, maka catatan kita akan penuh dengan kalimat tersebut.

Dari Hisyam bin Jamil Rahimahullah, aku pernah menyaksikan Imam Malik Rahimahullah. Beliau Rahimahullah pernah ditanya sejumlah 48 pertanyaan masalah. Maka beliau mengatakan pada 32 dari 48 pertanyaan tersebut, laa adrii yang artinya saya tidak tahu.

Dan juga dari Imam Malik Rahimahullah, terkadang beliau ditanya tentang sekitar 50 pertanyaan masalah dan beliau tidak menjawab semuanya. Beliau Rahimahullah hanya menjawab bahwa barang siapa yang ingin menjawab satu masalah saja dari pertanyaan yang diberikan kepadanya, seharusnya sebelum ia menjawab itu, ia paparkan surga dan neraka. Hendaklah seorang melihat kepada dirinya, bagaimana akibat akhirnya.

Dan beliau Rahimahullah juga pernah ditanya tentang suatu masalah, beliau menjawab laa adrii. Masalah itu wahai Imam, masalah yang kecil. Kenapa anda tidak menjawab dan malah mengatakan laa adrii. Maka beliau Imam Malik Rahimahullah marah, beliau mengatakan tidak ada sesuatu tentang ilmu atau Agama itu hal yang remeh, semuanya berat untuk dipertanggung jawabkan di hadapan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Berkata Imam Sya'bi Rahimahullah, ucapan laa adrii sesungguhnya ialah separuh dari ilmu. Dan kalimat ini juga pernah dikatakan oleh Abu Darda Radhiyallahu 'anhu. Abu Darda Radhiyallahu 'anhu ialah seorang shahabat yang dikenal sebagai pemimpin orang-orang zuhud, seorang yang sangat zuhud. Beliau dipersaudarakan oleh Rasul Shallallahu 'alaihi wa Sallam dengan Salman Al-Farisiy Radhiyallahu 'anhu.

Dari shahabat Uqbah bin Muslim Radhiyallahu 'anhu, aku pernah menemani Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhu selama 34 bulan. Maka kebanyakan dari perkara yang ditanyakan kepada beliau, Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhu kebanyakan menjawab laa adrii kemudian berpaling. Kenapa Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhu mengatakan laa adrii? apakah kau tidak tahu wahai Uqbah apa yang mereka tanyakan tadi. Mereka menjadikan kami untuk terkena adzab Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Di antara adab penuntut ilmu
1. Seorang penuntut ilmu hendaknya meniatkan dirinya untuk mencari ridha Allah Subhanahu wa Ta'ala dan janganlah ia meniatkan untuk mencapai bagian dari dunia. Seperti untuk menghasilkan harta, meraih kedudukan, meraih ketenaran atau supaya dikatakan ia merupakan seorang yang 'alim.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam pernah bersabda dari riwayat Bukhari dan Muslim. Sesungguhnya manusia yang pertama kali diputuskan pada hari kiamat nanti adalah seorang laki-laki, dia seakan-akan mati syahid, kemudian dikenalkan dengan nikmat-nikmat dan ia menyadarinya. Ketika ditanya, ia menjawab aku berperang untuk Allah. Engkau dusta. Engkau berperang supaya dikatakan seorang yang pemberani. Kemudian ia diperintah dan diseret atas wajahnya sampai akhirnya dilempar ke api neraka.

2. Seorang laki-laki yang ia mempelajari ilmu dan mengajarkan ilmu, belajar Al-Qur'an dan mengajarkan Al-Qur'an. Beliau dipanggil dan ditanya apa yang engkau perbuat dengan nikmat-nikmat itu? Aku mempelajari ilmu dan mempelajari ilmu itu untuk engkau Yaa Allah. Engkau dusta. Engkau mengajari ilmu supaya dikatakan seorang yang 'alim. Dan engkau membaca Al-Qur'an dengan diperbagus hanya supaya engkau dikatakan qari' yang bagus. Dan akhirnya ia diseret dan ia dilemparkan ke dalam api neraka.

Dan Abu Daud Rahimahullah meriwayatkan dalam Sunan-nya. Barang siapa mencari ilmu untuk melihat wajah Allah Subhanahu wa Ta'ala. Tapi ia tidak mempelajarinya kecuali malah mencari bagian dari dunia. Dia tidak akan mencium baunya surga pada hari kiamat nanti.

Sufyan Ats-Tsauri Radhiyallahu 'anhu mengatakan bahwa sesungguhnya hadits itu dicari untuk bertaqwa kepada Allah 'Azza wa Jalla. Oleh karena itu ilmu Agama itu dibandingkan selainnya memiliki banyak keutamaan ketika tujuannya untuk bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Apabila tidak, maka sama seperti ilmu-ilmu lain.

Berkata Imam Hamad bin Salamah Rahimahullah, barang siapa yang mencari ilmu tapi niatnya untuk selain Allah berarti ia telah berbuat makar dengan ilmu itu. Sanad ini hasan. Imam Ibrahim Rahimahullah mengatakan sanad ini hasan. Ketika seseorang menuntut ilmu untuk bertaqwa dan ikhlas hanya kepada Allah, Allah Subhanahu wa Ta'ala akan mendatangkan kepadanya sesuatu yang mencukupkan dirinya, hatinya maupun sekedar urusan dunianya.

Berkata Al-Hasan Al-Bashri Rahimahullah, hukuman kepada seorang yang 'alim ialah hati yang mati. Ia mencari amalan dunia dengan amalan akhirat. Diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Barr Rahimahullah.

3. Hendaklah seorang penuntut ilmu itu berhati-hati dari sifat hasad. Cara untuk meniadakan hasad atau menangkal hasad ialah dengan ilmu. Hendaklah seseorang itu mengetahui bahwa hikmah Allah sudah menjadi hikmah ketetapan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Maka seorang hamba tidak perlu menentangnya dan tidak boleh membencinya. Sehingga itulah solusi untuk menangkal hasad.

4. Hendaklah seorang penuntut ilmu menghindari sikap 'ujub, berbangga diri. Dalil yang menunjukkan sangat banyak. Cara untuk menghindarkan perbuatan ini ialah hendaklah seseorang itu sadar bahwa ilmu yang ia rasa miliki itu bukan milkinya tapi hanya karunia dari Allah Subahanahu wa Ta'ala dan bersama ilmu itu ada pinjaman dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Maka milik Allah lah yang akan Allah ambil dan milik Allah lah yang akan kita berikan. Dan hal itu sudah ada kadar dan waktu tertentu. Oleh karena itu, untuk apa kita berbangga diri, untuk apa 'ujub. Maka sudah seharusnya seseorang itu tidak 'ujub dengan sesuatu yang ia tidak miliki. Dan kenapa kita mesti 'ujub kepada sesuatu yang kita tidak yakin apakah itu akan langgeng.

5. Tidak boleh seorang penuntut ilmu merendahkan orang lain walaupun orang lain itu lebih rendah derajatnya. Dalil yang menunjukkan sangat banyak. Cara untuk terhindar dari perbuatan ini adalah hendaklah seseorang itu beradab, dengan adab yang diajarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Janganlah kalian itu mensucikan diri kalian sendiri. Allah mengetahui siapa yang lebih bertaqwa. Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman, sesungguhnya Akram yang paling mulia di sisi kalian adalah Allah. Maka terkadang orang yang liat lebih di bawahnya ternyata dia lebih bertaqwa kepada Allah. Dan bisa jadi ia lebih suci hatinya dan lebih ikhlas niatannya. Dan lebih suci amalannya. Kemudian ia juga tidak mengetahui apa nanti amalan yang akan menutup hidupnya.

6. Di antara adab penuntut ilmu yang lain. Seorang penunut ilmu itu harus sering mensucikan hatinya dari kotoran-kotoran hati. Supaya hatinya itu layak untuk menerima dan menampung ilmu. Menghafalkan ilmu dan bisa membuahkan ilmu. Sesungguhnya dalam tubuh ini ada segumpal darah. Yang apabila segumpal darah itu baik maka akan baik seluruhnya. Itulah hati.

Allahu a'lam.

No comments:

Powered by Blogger.