Ringkasan Kajian Rutin: Adab Thalabul 'Ilmi #2

January 22, 2021
Al-Ustadz Nurul Solikhin Hafizhahullahu Ta'ala
10 Rabi'ul Akhir 1440H/18 Desember 2018
Masjid Nur Annisa, Semarang

Bismillah..
Beberapa Nasihat Bagi Para Penuntut Ilmu
Adab Thalabul 'ilmi ialah qana'ah, yaitu merasa cukup dengan dunia. Berkata Imam Syafi'i Rahimahullah, Tidaklah layak thalabul 'ilmi disandang kecuali bagi seorang yang mau bankrut dunianya, rela mengorbankan dunianya. Maka dikatakan kepada beliau, apakah juga kekayaan yang mencukupi dirinya? Maka Imam Syafi'i mengatakan meskipun dengan hanya kekayaan yang mencukupinya, seorang yang ia benar-benar ingin merasakan manisnya ilmu ia harus benar-benar berkorban. Merasa cukup dari apa yang ada di dunia.

Berkata Al-Imam Malik Rahimahullah. Seorang hamba tidak akan mencapai dari ilmu yaitu ilmu yang ia inginkan, ilmu yang benar-benar bermanfaat, sampai ia benar-benar dipukul dengan kefakiran. Dan seorang itu tidak akan mencapai suatu tingkatan ilmu sampai ia lebih mementingkan ilmu Agama dibandingkan selainnya. Semakin seorang itu menginginkan ilmu maka semakin mendekat ilmu itu kepadanya.

Abu Hanifah Rahimahullahu berkata, ilmu fiqih pemahaman terhadap Agama, seorang harus punya tekad yang kuat. Dan seorang hamba akan dimintakan pertanggung jawaban oleh Allah 'Azza wa Jalla untuk menghilangkan gangguan-gangguan atau rintangan-rintangan dalam mencari ilmu, caranya dengan mengambil sesuatu di dunia dengan secukupnya dan tidak lebih. Para Imam mengajarkan kita untuk qana'ah, merasa cukup dengan perkara dunia.

Syaikh Ibrahim Al-'Ajuri Rahimahullah berkata, barang siapa yang mencari ilmu sampai dia itu fakir, berkorban, rela mengambil dunia yang sedikit, maka ia akan difahamkan kepada ilmu Agama.

Berkata Imam Khatib Al-Bagdadi Rahimahullah, dalam Al-Jami' Lil Adabi Rawi wa Adab Al-Sami. Bab anjuran untuk tidak menikah dulu bagi orang yang belum begitu ingin menikah dan masih semangat untuk menuntut ilmu. Tujuannya untuk ia konsentrasi kepada ilmu Agama. Demikian pula kata beliau apabila seseorang sudah ingin untuk menikah tetapi belum mampu untuk memberikan kehidupan maka di-sunnah-kan bagi penuntut ilmu untuk menunda pernikahannya. Dan apabila ia sudah berkeinginan untuk menikah dan sudah mampu untuk menghidupi maka di-sunnah-kan untuk menikah. Supaya kesibukan memberikan hak-hak istri itu tidak memutus dirinya dari thalabul 'ilmi. Dan ia akhirnya tersibukan dengan mencari kehidupan daripada menyempurnakan thalabul 'ilmi.

Zuhud ialah ketika dunia datang kepadanya, ia tidak terlampau senang berlebihan dan ketika dunia itu pergi darinya maka ia tidak terlampau bersedih.

Al-Imam Ibrahim bin Adham Rahimahullah, beliau dulunya adalah keturunan dari raja. Akan tetapi dia kemudian menempuh jalan sufiyah (seorang yang zuhud), beliau berteman dengan Sufyan Ats-Tsauri Rahimahullah dan Imam Hudaibiyah Rahimahullah. Beliau mengatakan barang siapa yang ia duduk dalam pahanya wanita (sudah menikah), maka ia tidak beruntung (semakin berkurang semangatnya dalam menuntut ilmu karena akan tersibukan dengan istrinya). Demikian juga dengan Imam Sufyan Ats-Tsauri Rahimahullah mengatakan barang siapa yang ia telah menikah maka ia itu telah naik ke atas sebuah kapal. Maka ia harus pandai pandai mengendalikan kapal tersebut dari segala rintangan yang ada di lautan, kalau ia tidak konsentrasi maka ia akan tenggelam. Berkata Imam Ats-Tsauri Rahimahullah, ketika ia sudah memiliki anak maka akan pecah perahu tersebut. Maka ia harus semakin pandai pandai dalam mengendalikan perahunya.

Menuntut ilmu di usia muda ialah masa-masa emas. Berkata Imam Nawawi Rahimahullah dalam kitabnya Al-Majmu'. (Imam Nawawi Rahimahullah belum sempat menikah dalam hidupnya. Beliau wafat di usia 35tahun. Tetapi karyanya menjadi rujukan ulama-ulama syafi'iyyah.) Ini semua penjelasan para ulama, itu semua cocok dengan mazhab kita (Imam Syafi'i). Maka sesungguhnya mazhab kami, orang yang belum butuh menikah maka di-sunnah-kan baginya untuk fokus menuntut ilmu. Demikian juga dengan orang yang sudah ingin menikah tetapi belum memiliki kemampuan dalam memberikan kehidupan maka ia di-sunnah-kan untuk menunda pernikahannya. Dan apabila ia sudah berkeinginan untuk menikah dan ia sudah mampu untuk menikah maka ia di-sunnah-kan untuk menikah.

Disebutkan dari Abu Sai'd Al-Kudri Radhiyallahu 'anhu, Rasul Shallallahu 'alaihi wa Sallam berkata bahwa dunia (segala isinya) ini manis dan hijau (menyejukkan, menyegarkan). Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala menjadikan kalian khalifah di dunia ini. Maka sesungguhnya kalian melihat apa yang kalian lakukan di dunia. Maka Rasul Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda berhati-hatilah kepada dunia dan berhati-hatilah terhadap fitnah wanita. Karena sesungguhnya fitnah yang menghancurkan Bani Israil itu ialah fitnah wanita. 

Seorang penuntut ilmu harus pandai pandai memilih guru dalam menuntut ilmu. Tidak serta merta asal mengambil ilmu dari manusia. Di Indonesia sudah sering mendengar kalimat. Setiap yang mengatakan kebaikan ialah ahli ilmu. Para ulama mengatakan seorang janganlah mengambil ilmu kecuali dari seorang guru yang benar benar faham ilmunya. Dan tidak cukup memiliki kemampuan (kepandaian) tetapi ia harus nampak agamanya (akhlak, bagaimana pengamalan ilmunya) dan benar benar terwujud pengetahuannya dan masyhur ia terkenal dengaan menjaga diri dan lurus dalam menjaga Agamanya (lurus aqidah-nya).

Ibnu Sirin Rahimahullah mengatakan, para ulama mengatakan ilmu itu adalah Agama. Agama itu adalah ilmu. Maka perhatikanlah dari siapa engkau menuntut ilmu. Dan tidak cukup mengambil ilmu itu sekedar pandai berbicara di atas mimbar-mimbar. Bukanlah tolak ukur kebenarannya atau kebenaran ilmunya. Bahkan seharusnya ketika seseorang memiliki banyak ilmu maka akan semakin tampak rasa takutnya kepada Allah 'Azza wa Jalla, semakin tampak akhlaknya, semakin tampak pengamalan ilmunya, memiliki kedekatan dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Pilihlah (guru) yang benar benar murni Agamanya.

Al-Imam Khatib Al-Bagdadi Rahimahullah berkata, seharusnya bagi seorang penuntut ilmu ia harus mencari para faqih. Siapa mereka? Seseorang yang masyhur dengan penjagaan Agamanya. Dan ia dikenal dengan seorang yang menjaga dirinya. Kemudian beliau mengatakan bahwa seorang alim, ia adalah seorang yang menggambarkan dirinya dengan adab-adab ilmu dari bagaimana ia menerapkan kesabaran yang luar biasa, memiliki kesantunan, memiliki sifat tawadhu' kepada penuntut ilmu, dan memiliki sifat kelembutan kepada para penuntut ilmu. Kelemahlembutan itu apabila sudah melekat pada diri seorang hamba maka akan menghiasi pada diri seorang hamba tersebut dengan kebaikan.

Bergaul dengan baik, dan ucapannya selalu benar, dan ia suka memberikan nasihat kepada manusia. Dan selain daripada itu dari sifat-sifat yang terpuji dan sifat-sifat yang indah dari seorang guru, mualim min mualim. Syaikh Salim Rahimahullah berkata, kenapa guru itu harus memiliki hal hal tersebut? Karena ilmu itu dimiliki orang yang memiliki sifat 'adl, senantiasa menghiasi dirinya dengan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Maka seharusnya untuk diambil ilmunya. Sebagaimana pada hadits. Yang membawa ilmu Agama ialah dari orang menjaga dirinya dari ketaqwaan.


Allahu a'lam..

No comments:

Powered by Blogger.