Ringkasan Kajian Rutin: Adab Thalabul 'Ilmi #6

January 26, 2021
Al-Ustadz Solikhin Hafizhahullah
22 Jumadil Awwal 1440H/29 Januari 2019
Masjid Nur Annisa, Semarang

Bismillah..
InsyaAllah ringkasan kajian terus di-update walau kesibukan sehari-hari terus menghampiri.

Di antara adab penuntut ilmu ialah hendaknya seseorang itu menghadirkan kitabnya yang ia baca dan ia pelajari. Dan dia membawa kitab itu dengan sendirinya. Dan tidak meletakkan kitabnya itu di bawah atau di bumi. Terlebih lagi Al-Qur'an. Bahkan seorang penuntut ilmu itu membawanya dengan tangannya dan meletakkannya di meja. Lihatlah kepada tata cara membawa kitab di tengah-tengah pelajaran.

Ibnu Rahawaih Rahimahullah berkata, ia pernah melihat Ibnu Ma'in Rahimahullah. Beliau mengatakan, sesungguhnya kami benar-benar telah mencela suatu kaum (perawi hadits yang lemah), bisa jadi mereka itu orang-orang yang kami cela tersebut lebih dulu masuk surga. Jarh wa ta'dil.

Berkata Al-Imam As-Sulami Rahimahullah. Tatkala Ustadz Abdul Qasim Rahimahullah berkeinginan berhaji, bersiap-siap berhaji. Kemudian aku keluar bersamanya pada tahun itu 366H. Tatkala kami memasuki Baghdad maka ia berkata, berpergilah bersama kami untuk melihat Abu Bakr bin Malik. Dan Abu Bakr bin Malik Rahimahullah itu memiliki warah (juru tulis atau tukang baca). Dan di majelisnya ada sekian banyak jama'ah-nya.

Tatkala kami masuk kepadanya, Ustadz Abdul Qasim Rahimahullah duduk di sisi kaum, sementara juru bacanya tadi membaca dan ternyata salah. Ternyata Ustadz Abdul Qasim Rahimahullah membenarkannya, maka ahli bacanya tadi melihat ke arah Ustadz Abdul Qasim dengan sinis. Kemudian setelah membaca lagi ternyata salah lagi, lalu dibenarkan lagi. Melihat dengan lebih sinis. Sementara orang-orang Baghdad tadi tidak mampu membenarkan bacaan yang salah tadi. Tatkala yang ketiga kalinya, maka ahli baca tadi berkata kalau anda itu bisa dan lebih bagus, maka bacalah.

Lalu berdirilah Ustadz dan berkata tunggulah. Maka dia mengambil bagian atau kitabnya dari tangannya tadi bahkan dengan bacaan yang bagus. Sampai-sampai Ibnu Malik Rahimahullah dan yang lainnya heran dan takjub dengan Ustadz Abdul Qasim Rahimahullah. Maka setelah selesai membaca bagian yang tadi ia melanjutkan ke bagiannya yang lain. Sampai pada bagian yang ke-3. Maka gurunya pun takjub.

Laa adri niful'ilmi yang artinya saya tidak tahu merupakan separuh dari ilmu.
Dalam hadits Jibril. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda, wahai 'Umar tahukah siapa yang bertanya kepada kita? Berkata 'Umar Radhiyallahu 'anhu, Allahu wa rasuluh a'lam. Di dalam hadits ini menunjukkan bahwa seorang 'alim atau ulama tersebut. Apabila ia ditanya suatu perkara dan ia tidak tahu. Maka ia mengatakan saya tidak tahu.

Demikian pula ucapan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam ketika ditanya oleh Jibril 'alaihissalam tentang hari kiamat. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam berkata, tidaklah yang ditanya itu lebih pintar dari yang bertanya. Al-Imam An-Nawawi Rahimahullah berkata, di dalam hadits ini seharusnya bagi seorang 'alim atau ulama ketika ia ditanya tentang suatu perkara yang ia tidak tahu hendaklah ia mengatakan allahu a'lam. Ucapan tersebut tidak akan merendahkan derajatmu bahkan hal tersebut menunjukkan ketaqwaannya bahkan menunjukkan bahwa ia memiliki ilmu yang mumpuni.

Kenapa sepantasnya bagi seorang 'alim ketika ditanya tentang suatu perkara yang ia tidak ketahui, menjawab saya tidak tahu. Karena di atas orang yang memiliki ilmu ada orang yang lebih memiliki ilmu. Demikian juga para malaikat yang mereka dekat dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Mereka itu mulia. Tetapi mereka tidak malu untuk mengatakan saya tidak tahu.

Berkata Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada malaikat. Dalam Surah Al-Baqarah.
Khabarkan kepadaku tentang nama-nama yang ada di muka bumi ini, jika kalian memang orang-orang yang jujur. Maka para malaikat menjawab, Maha Suci engkau ya Allah. Sama sekali tidak ada ilmu bagi kami. Kecuali apa yang telah engkau ajarkan kepada kami.

Imam Asy-Sya'bi Rahimahullah ketika ia ditanya tentang suatu permasalahan. Ia mengatakan saya tidak tahu. Maka dikatakan kepada beliau apakah anda tidak malu dari mengatakan saya tidak tahu wahai Imam? Kenapa saya harus malu? Malaikat saja tidak malu.

Berkata Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'anhu. Bagi orang yang memiliki ilmu maka hendaknya ia berbicara. Dan orang yang tidak memiliki ilmu di sisinya. Maka jawablah Allahu a'lam. Demikianlah seharusnya kebiasaan kita seperti kebiasaan para salaf. Di bumi manakah saya akan menginjakkan kaki. Kemana saya akan berteduh.

Allahu a'lam bishawab.

No comments:

Powered by Blogger.