Ringkasan Kajian Rutin: Adab Thalabul 'Ilmi #3

January 23, 2021
Al-Ustadz Solikhin Hafizhahullah
1 Jumadil Awwal 1440H/8 Januari 2019
Masjid Nur Annisa, Semarang

Bismillah..
Al-'alamatil 'ilmannafi'an, tanda-tanda ilmu bermanfaat
Hendaklah penuntut ilmu mengetahui apa yang dimaksud tentang ilmu yang bermanfaat. Sehingga penting untuk mengetahui tanda-tanda ilmu yang bermanfaat. Sungguh telah berulang-ulang Rasul Shallallahu 'alaihi wa Sallam berlindung diri dari ilmu yang tidak bermanfaat, maka lebih-lebih dari kita. Karena hal tersebut ialah musibah. Maka sangat penting untuk mengetahui tanda-tanda ilmu yang bermanfaat dan ilmu yang tidak bermanfaat.

Adapun tanda-tanda ilmu yang bermanfaat ialah:
1. Ilmu yang diamalkan. 
Hal ini tentunya setelah seseorang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Maka syarat ilmu itu bermanfaat ialah didasari oleh keimanan dan ilmu itu sendiri. Artinya engkau mengimani dengan apa yang telah dipelajari oleh seorang hamba kemudian diamalkannya. Karena tidaklah mungkin seseorang dikatakan beramal shalih kecuali dengan keimanan, dan tidaklah seseorang dikatakan beriman kecuali dengan ilmu. Apabila seseorang itu tidak diberikan taufiq untuk mengamalkan ilmunya, dalam arti seorang hamba mengetahui seseuatu dengan ilmunya akan tetapi tidak mengamalkan dengan ilmunya tersebut. Maka ilmunya ialah ilmu yang tidak bermanfaat. Maka keadaan ilmu tersebut akan membahayakan pemiliknya.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda, Al-Qur'an akan menjadi hujjah yang akan membelamu atau sebaliknya akan menjadi senjata untuk menyelisihimu. Sungguh Allah Subhanahu wa Ta'ala sangat mencela orang yang memiliki ilmu dan tidak mau mengamalkan ilmu itu. Teramat besar kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada segala sesuatu yang kalian sendiri tidak mengerjakannya. Hal tersebut diumpamakan seperti seekor keledai yang hanya memikul banyak buku dan kitab.

2. Tidak suka mensucikan dirinya.
Tidak menganggap dirinya yang paling benar, paling istimewa, tidak suka dengan pujian, lebih-lebih kesombongan dihadapan para makhluk. Ilmu yang bermanfaat akan membuat pemiliknya tawadhu', mengganggap orang lain selalu lebih baik. Menganggap dirinya tidak ada kelebihan dan keistimewaan. "Barang siapa yang ber-tawadhu' dihadapan Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka Allah akan angkat derajatnya". Sungguh manusia telah diuji dengan hal tersebut.

Senang apabila dipuji, senang dengan ketenaran. Itulah tabiat manusia. Sampai-sampai ia mensucikan dirinya sendiri, ia melihat apa yang ia katakan pasti benar dan orang lain pasti salah. Ketika pendapat orang lain menyelisihi pendapatnya, maka ia merasa lebih benar dan orang lain pasti salah. Dan hal itu banyak sekali dalam realita-realita kehidupan kita.

3. Akan bertambah ke-tawadhu'-anmu di setiap bertambahnya ilmumu.

4. Lari meninggalkan dari cinta kepemimpinan dan ketenaran dunia.

5. Dia meninggalkan untuk disebut sebagai orang yang memiliki ilmu. Tidak mengaku seseorang yang berilmu, sehingga tidak mengatakan "ana al-'alim".

6. Suka berburuk sangka kepada dirinya sendiri, tidak berburuk sangka kepada orang lain lebih-lebih kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Ketika ada suatu permasalahan maka ia menuduh dirinya sendiri dan ia malah berbaik sangka kepada orang lain.

Al-afatil 'ilmi, penghalang-penghalang ilmu
Seorang penuntut ilmu harus tau perkara-perkara penghalang ilmu. Al-Imam Al-Zuhri Rahimahullah berkata, sesungguhnya ilmu itu memiliki hambatan, penghalang atau perkara yang mengganggu. Diantara perkara perkara yang dapat menghambat ilmu adalah:
1. Seseorang meninggalkan seorang ulama. Diwafatkannya para ulama sementara manusia belum mengambil ilmu darinya, maka tersebarlah kebodohan.
2. Lupa. Adab penuntut ilmu adalah mengikat ilmu itu dengan tulisan dan catatan, karena hafalan kita itu menipu. Sehingga ketika lupa ia bisa muraja'ah.
3. Berdusta dengan ilmunya. Hal tersebut merupakan yang paling jeleknya penghalang dari mendapatkannya ilmu yang bermanfaat.

Berkata sebagian ulama, apabila tidak muraja'ah ilmunya, maka akan terlupakan apa yang sudah ia pelajari. Itulah salah satu penghalang terbesar dari ilmu yang bermanfaat. Abu Sayyid Al-Asyi Rahimahullah berkata, sesungguhnya pada hadits itu memiliki penghalang-penghalang, yaitu sesuatu yang membuat lelah tetapi tidak memiliki hasil (sia-sia) dan sesuatu yang merusak ilmu. Maka penghalangnya itu adalah lupa. Maka dengan dusta itu rusak. Perusak ilmu itu ialah ketika ilmu itu tersebar dari seseorang yang bukan ahlinya.

Ali bin Tsabit Rahimahullah berkata muraja'ah-lah ilmu yang telah engkau pelajari karena apabila engkau tidak mau muraja'ah ilmu yang telah engkau pelajari maka tidak akan berbekas atau hilang. Beliau berkata juga ilmu itu juga memiliki penghalang atau sesuatu yang merusak salah satunya ialah ujub, pemarah. Sebagaimana harta, yang merusak harta ialah mubadzir, boros, berapapun harta yang ia miliki maka akan hancur.

Abu Darda Radhiyallahu 'anhu berkata bahwa tanda kebodohan itu ada 3, yang pertama adalah al-'ujub (bangga diri), diantara tanda kebodohan ialah berbicara yang tidak ada faedahnya, melarang kepada suatu perkara tetapi ia malah datang menghampiri perkara tersebut.

Ibrahim bin Asy'asy Rahimahullah berkata, aku pernah bertanya kepada Fudhail bin 'Iyadh Rahimahullah tentang apa itu tawadhu', tawadhu' itu ialah engkau tunduk kepada kebenaran dan engkau patuh kepada kebenaran itu meskipun itu mungkin datang dari seseorang yang lebih rendah darimu. Meskipun orang yang mengatakan itu ialah orang yang paling bodoh sekalipun.

Para ulama mengatakan kesombongan itu akan menghancurkan kebaikan-kebaikan. Ali bin Thalib Radhiyallahu 'anhu mengatakan kesombongan itu menutupi dan merusak akal. Ujub atau sombong diri menjadi bukti dari kelemahan akalnya. Para ulama mengatakan, tidaklah kamu melihat pada setiap orang yang ujub kecuali yang ia cari adalah kedudukan.

Fudhail ibn 'Iyadh Rahimahullah mengatakan bahwa tidaklah ia cinta kepada kepemimpinan melainkan ia itu memiliki sifat hasad dan melampau batas dan ia mencari aib-aib manusia. Dan ia benci ketika orang lain dikatakan kebaikannya.

Abu Nu'aim Al-Ashbahani Rahimahullah berkata, Demi Allah tidaklah binasa orang yang cinta kepada kepemimpinan ini.

Imam Masruq Rahimahullah berkata, cukuplah seseorang itu dikatakan berilmu apabila ia itu takut kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Tidak memaksakan diri yang ia tidak memiliki ilmu dengan mengatakan Allahu a'lam bishshawwab. Cukuplah seseorang dikatakan jahil atau bodoh ketika seseorang berbangga diri atas amalnya yang sedikit. Manakala kita mengaku sebagai penuntut ilmu maka wajib untuk tawadhu'. Yakinlah Allah Subhanahu wa Ta'ala akan mengangkat derajat kita di hadapan Allah ataupun di hadapan makhluk.

"Yang paling banyak ilmunya itu ialah yang paling tawadhu'."

Allahu a'lam bishshawwab. 

No comments:

Powered by Blogger.