Ringkasan Kajian Rutin: Kitabul 'Ilmi #13

January 03, 2022
Ustadz Abu Zaid Hafizhahullah
21 Desember 2021
Masjid Nur Annisa, Semarang

Bismillah..

Melanjutkan pembahasan adab-adab penuntut 'ilmu yang ke-10.

Bagaimana ketika kita ditanya bagaimana kita berpegang teguh dengan Al-Kitab dan As-Sunnah sedangkan madzhab-madzhab fiqih juga berpegang teguh dengan Al-Kitab dan As-Sunnah. Sehingga tidak ada perbedaan antara madzhab-madzhab. Dengan bermadzhab bukan berarti seseorang mencocoki satu madzhab saja dan meninggalkan madzhab lainnya. Madzhab berbeda pendapat karena adanya perbedaan waktu, akan tetapi ketika datang perkataan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka mereka akan ruju'. Para Imam madzhab mengatakan tidak boleh taqlid kepada madzhab-madzhab tertentu saja.

11. Kokoh serta mericek
Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah berkata termasuk sepenting-penting adab penuntut 'ilmu, yaitu mereka mengecek ulang pada apa yang dinukil dari kabar-kabar, berupa sumber dari hukum-hukum. Maka kabar-kabar apabila dinukil, maka harus engkau itu mengecek pertama kali apakah benar kabar tersebut dinukil darinya pertama kalinya? Kemudian apabila telah benar kabar tersebut, maka seksamakan di dalam hukumnya. Terkadang keberadaan hukum yang kamu mendengarnya itu dibangun di atas pokok yang mana engkau bodoh padanya. Akan tetapi ketika engkau mendengarnya dan engkau tidak hati-hati, terkadang kabar itu dibangun di atas 'ilmu yang benar-benar engkau tidak tahu. Maka engkau pun menghukumi bahwasanya dia itu salah. Padahal faktanya dia itu tidak salah. Akan tetapi bagaimana obat terapi di dalam hal ini? Terapinya dalam menghadapi kabar-kabar ini, hendaknya engkau menghubungi terhadap orang yang kabar itu dinisbatkan kepada orang tersebut. Kamupun katakan, telah dinukil darimu seperti ini dan itu. Apakah ini benar dinukil darimu? Kemudian engkau dialog dengannya. Terkadang ia mengingkari engkau dan lari engkau darinya di awal berita yang sampai kepadamu ini. Sehingga dikatakan dalam pepatah, apabila diketahui sebabnya maka hilang keheranan.

Maka harus pertama kalinya berupa mengecek ulang berita dan hukum. Kemudian setelah itu kamu berhubungan dengan orang yang menukil tersebut, lalu engkau tanya apakah benar itu atau tidak. Kemudian engkau berdialog dengannya, bisa jadi setelah dialog itu, dia memang benar, maka engkau ruju' kepadanya. Atau sebaliknya, maka ia pun ruju'. Di sana ada perbedaan antara sabat, kokoh dan ricek. Keduanya mirip dalam lafazh, tetapi maknanya beda.

Sabat itu maknanya adalah sabar dan tekun. Tidak merasa jenuh dan bosan dan tidak mengambil dari semua kitab, hanya sekali ambilan. Atau dia mengambil dari setiap satu bidang, begini begitu lalu selesai, kemudian meninggalkan. Karena model seperti ini membahayakan penuntut 'ilmu. Ia menghabiskan hari demi hari tanpa faidah

Sebagai contoh, sebagian penuntut 'ilmu, dia membaca dalam bidang nahwu pada kitab Al-Jurumiyyah, di kesempatan lain dia belajar matan Qadrun nada dan di kesempatan lain dia belajar Al-Fiyyah. Bagusnya adalah apabila ketiga ini dipelajari secara berurutan, yaitu mematangkan Al-Jurumiyyah, lalu Qadrun nada setelah itu barulah Al-Fiyyah. Seperti itu juga keadaan belajar pada musthalah dalam bidang hadits dan juga pada bidang fiqih.

Panduan kitab fiqih dengan madzhab yang beda-beda dan belajarnya hanya sekali dua kali saja, maka ini adalah metode belajar yang tidak benar. Dan seperti itu pada setiap kitab dan seterusnya. Yang model seperti ini kebanyakannya tidak bisa menghasilkan 'ilmu. Dan kalaupun menghasilkan 'ilmu maka sesungguhnya ia menghasilkan 'ilmu hanya pada masalah-masalahnya saja, bukan pada pokok atau ushul

Dan 'ilmu ketika hanya menghasilkan masa'il-masa'ilnya, seperti orang yang memungut belalang satu lalu memungut yang lain, padahal belalang yang satu ia tangkap itu sudah lari lagi. Akan tetapi harusnya seseorang itu telaten, mendalam, kokoh. Inilah yang penting. Maka jadilah engkau itu kokoh, disandarkan kepada kitab-kitab yang engkau baca dan akan engkau muraja'ah pada kitab itu. Dan kokohlah kepada syaikh-syaikh yang kita bertalaqqi kepada mereka.

Maka seorang penuntut 'ilmu hendaknya mengokohkan diri kepada siapa dia akan menuntut 'ilmu. Jangan engkau menjadi pencicip saja, janganlah engkau hanya sekedar mencicip saja, setiap pekan berganti ustadz atau syaikh. Jangan seperti itu. Tentukan awalan yang pertama kali pada siapa engkau akan bertalaqqi 'ilmu padanya. Kemudian apabila engkau telah menetapkan yang demikian itu, maka kokohkan dan tekuni.

Janganlah engkau jadikan setiap bulan atau setiap pekan untuk berganti syaikh. Tidak ada bedanya antara engkau menjadikan untukmu seorang syaikh dalam bidang fiqih dan engkau mengambil materi bersamanya dalam bidang fiqih itu. Alias jangan engkau berganti-ganti.

Setiap guru ataupun santri punya metode yang berbeda-beda. Maka silahkan pilih yang tepat.

Kemudian engkau jadiinkan syaikh yang lain dalam bidang nahwu dan engkau mengambil materi darinya dalam bidang nahwu. Yang terpenting adalah engkau kokoh dalam mengambil materi dan jangan engkau sekedar mencicipi. Sebab kalau seorang sekedar mencicip-cicipi seperti itu, engkau seperti seorang laki-laki yang sering mentalak. Setiap menikahi seorang wanita dan engkau sudah duduk dengannya. Di suatu hari tiba-tiba engkau mentalaknya kemudian cari yang lain.

Begitu juga tasabbut, itu meripakan perkara yang penting. Dikarenakan para penukil terkadang ada dari kalangan mereka itu niat-niat yang jelek. Dia menukil pada apa yang bisa menjelekkan harga diri orang yang dinukil itu secara sengaja. Dan terkadang memang tidak ada niatan jelek dari orang yang menukil tersebut akan tetapi mereka memahami sesuatu dengan menyelisihi makna yang diinginkan dengannya. Karena itulah wajib untuk seseorang itu mengecek kembali.

Maka apabila memang telah kokoh sandaran berita pada apa yang dinukil itu, engkau datang berdialog seputar permasalahan itu bersama orang tersebut yang mana memang dinukil darinya, kemudian engkau menghukumi pada ucapan dia benar atau salahnya. Yang demikian itu, terkadang akan nampak bagimu dengan dialog itu bahwa kebenaran itu memang bersama yang dinukil darinya kalam tersebut.

Ringkasnya adalah, apabila menukil dari seorang pribadi siapapun dia. Engkau melihat bahwasanya dia itu salah. Maka tempuhlah metode yang tiga ini secara urut. Pertama adalah mericek pada benarnya berita tersebut. Yang kedua, memandang pada benarnya hukum tersebut, maka memang jika dia benar. maka kuatkanlah dia dan belalah dia. Dan jika memang dia salah, tempuhlah jalan yang ketiga ini. Berhubungan dengan orang yang dinisbatkan berita tersebut tersebut untuk dialog dengannya yang di dalam dialog tersebut terlaksana dengan tenang dan penuh penghormatan.

Poinnya adalah untuk kita tidak terburu-buru menanggapi berita apapun. Berusaha untuk seksama mericek. Kadang tidak cukup satu orang, tapi cek kesimpulan. Kalau memang itu juga mengatakan demikian, tetap setelahnya berusaha untuk menghubungi langsung ke sumber berita itu. Kemudian kita dalam keadaan mengetahui 'ilmunya demikian dan demikian, dialog dengannya, lalu ricek ricek. Bisa jadi dia yang salah atau bisa jadi kita yang salah. Apapun perkara, kita membutuhkan 'ilmu jika itu berurusan dengan agama kita. Manakala semuanya berdasarkan 'ilmu, insyaAllahu Ta'ala keberkahan akan bersama kita. Tapi manakala jauh dari 'ilmu, cepat atau lambat sesuatu itu akan hilang dan hancur dengan sendirinya.

Allahu a'lam..

No comments:

Powered by Blogger.